Dunia sedang berduka. Paus Fransiskus dilaporkan dalam kondisi kritis, berjuang melawan pneumonia ganda .
Paus berusia 88 tahun itu dirawat di Rumah Sakit Gemelli di Roma pada tanggal 14 Februari setelah mengalami kesulitan bernapas selama beberapa hari, dan kemudian didiagnosis menderita pneumonia di kedua paru-parunya, Reuters melaporkan.
Pneumonia ganda adalah infeksi serius yang dapat menyebabkan peradangan dan cedera pada kedua paru-paru, sehingga menyebabkan kesulitan bernapas. Vatikan menggambarkan infeksi yang dialami Paus sebagai “kompleks” dan disebabkan oleh dua atau lebih mikroorganisme.
Penyakit ini membuatnya tidak bisa bangun dari tempat tidur dan melayani jemaat seperti biasa. Pada hari Minggu, 23 Februari 2025, untuk kedua kalinya berturut-turut, Paus tidak muncul di depan umum untuk memimpin doa mingguan yang biasanya dilakukannya bersama jemaat Katolik, kata Vatikan .
Meski demikian, Paus dilaporkan masih berusaha menghubungi satu paroki di Gaza dari ranjang rumah sakitnya. Kadang-kadang ia menghubungi mereka melalui panggilan video, menurut Vatikan, dan kadang-kadang melalui pesan teks.
Dalam wawancara dengan Vatican News , seperti dikutip NPR , Pastor Gabriel Romanelli, pastor paroki Gereja Keluarga Kudus, satu-satunya gereja Katolik Roma di Gaza, mengatakan bahwa Paus Fransiskus menelepon dari rumah sakit pada pukul 8:00 malam waktu Gaza setiap malam. Paus telah berhubungan hampir setiap hari dengan gereja ini selama perang antara Israel dan Hamas, yang dimulai pada Oktober 2023.
Romanelli mengatakan bahwa dalam panggilan telepon tersebut, Paus Fransiskus menanyakan tentang kondisi mereka dan rakyatnya di Palestina, dan menyampaikan berkatnya.
“Meskipun kami mengalami pemadaman listrik di seluruh wilayah Kota Gaza, dia bersikeras dan berhasil menghubungi kami melalui panggilan video,” katanya, menurut media Vatikan.
Romanelli, yang seperti Paus, berasal dari Argentina, mengatakan kepada Vatican News bahwa Paus Fransiskus terdengar “lebih lelah” dari biasanya.
“Dia sendiri berkata, ‘Aku harus mengurus diriku sendiri.’ Namun, Anda dapat mendengar suaranya dengan jelas, dia mendengarkan kita dengan baik.”
Paus telah menggunakan beberapa kesempatan untuk mengutuk perang keji di Gaza. Sebagai pemimpin Gereja Katolik Roma dengan 1,4 miliar anggota, Paus biasanya berhati-hati dalam memihak dalam konflik.
Namun, baru-baru ini ia lebih terbuka tentang kampanye militer Israel terhadap milisi Hamas Palestina, dan menyarankan agar masyarakat global memeriksa apakah serangan itu merupakan genosida terhadap rakyat Palestina.
Kampanye Militer Israel adalah “Memalukan”
Januari lalu, Paus Fransiskus mengintensifkan kritiknya terhadap kampanye militer Israel di Gaza, dengan menyebut situasi kemanusiaan di daerah kantong Palestina itu “sangat serius dan memalukan”.
Dalam pidato tahunannya kepada para diplomat yang disampaikan oleh seorang ajudan, Paus Fransiskus tampaknya merujuk pada kematian yang disebabkan oleh musim dingin di Gaza, di mana hampir tidak ada listrik, Middle East Monitor melaporkan.
Ia juga menyinggung kematian anak-anak akibat kedinginan dan mengecam pemboman warga sipil. “Kita tidak dapat menerima bahwa anak-anak meninggal karena kedinginan karena rumah sakit telah hancur atau jaringan energi suatu negara telah terganggu.”
Seorang menteri Israel secara terbuka mengkritik Paus pada bulan Desember atas saran tersebut.
Situasi Kemanusiaan yang Mengkhawatirkan
Dalam pidato Natal, “Urbi et Orbi” (kepada kota dan dunia) di Vatikan, Paus Fransiskus berkata, “Saya memikirkan komunitas Kristen di Israel dan Palestina, terutama di Gaza, di mana situasi kemanusiaannya sangat memprihatinkan.”
“Semoga ada gencatan senjata, semoga para sandera dibebaskan, dan bantuan diberikan kepada orang-orang yang kelelahan karena kelaparan dan perang,” katanya seperti dikutip Al Jazeera . Ia juga mengutuk perang yang sedang berlangsung di Ukraina dan Sudan.
Pada bulan Desember 2024, Paus secara terbuka mengutuk serangan udara Israel di Gaza, dan mengungkapkan kesedihannya atas pemboman anak-anak di Jalur Gaza sehari sebelumnya, Anadolu melaporkan.
“Kemarin, anak-anak dibom. Ini bukan perang. Ini kekejaman. Saya ingin mengatakan ini karena ini menyentuh hati saya,” katanya kepada anggota Kuria Roma, administrasi pusat Vatikan.
Ia juga menyesalkan serangan udara Israel telah mencegah Kardinal Pierbattista Pizzaballa, perwakilan tertinggi Gereja Katolik di Tanah Suci, memasuki Gaza.
Kritik Paus segera ditanggapi oleh Israel dengan memanggil duta besar Vatikan, Uskup Adolfo Tito Yllana, seminggu kemudian.
Ketidakmampuan yang memalukan
Pada hari Senin, 7 Oktober 2024, Paus Fransiskus mengkritik apa yang disebutnya sebagai “ketidakmampuan memalukan” masyarakat internasional untuk mengakhiri perang di Timur Tengah, satu tahun setelah serangan sengit Hamas terhadap Israel, Reuters melaporkan.
Paus mengirimkan surat terbuka kepada komunitas Katolik di Gaza.
“Setahun yang lalu, sumbu kebencian telah dinyalakan; kebencian itu belum padam, tetapi telah meledak menjadi spiral kekerasan,” katanya.
Pada tanggal 29 September, Paus mengkritik serangan udara Israel di Lebanon yang menewaskan pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah dan para pejuangnya, dan menyatakan bahwa serangan udara tersebut “melampaui batas moral”.
Pada awal September, Paus menggambarkan tindakan Israel di Lebanon sebagai “tidak dapat diterima” dan mendesak masyarakat internasional untuk melakukan segala yang mungkin untuk menghentikan pertempuran.
Dalam suratnya, Fransiskus secara langsung menyapa warga Gaza: “Saya bersama kalian, warga Gaza, yang telah lama terkepung dan dalam kesulitan. Kalian selalu ada dalam pikiran dan doa saya setiap hari,” tulisnya.
“Saya bersama kalian, yang terpaksa meninggalkan rumah, meninggalkan sekolah dan pekerjaan, serta mencari perlindungan dari pengeboman… Saya bersama kalian, yang takut untuk melihat ke atas karena takut akan hujan api dari langit,” katanya.
“Darah masih tertumpah, begitu pula air mata. Kemarahan meningkat, seiring dengan keinginan untuk membalas dendam, sementara tampaknya sedikit yang peduli dengan apa yang paling dibutuhkan dan diinginkan: dialog dan perdamaian,” tambahnya.
Kini, sosok yang senantiasa menyejukkan hati dan jiwa umat Katolik Gaza itu telah berpulang, dan seluruh dunia tengah mendoakan kesembuhannya.